Selasa, 20 September 2016

Kisah Sariputta Thera (Dhammapada 389-390)

Y.A. Sariputta sering dipuji oleh banyak orang karena kesabaran dan pengendalian dirinya. Murid-muridnya biasa membicarakannya demikian: "Guru kita adalah orang yang memiliki kesabaran yang tinggi dan ketabahan yang luar biasa. Jika beliau diperlakukan kasar atau bahkan dipukul oleh orang lain, beliau tidak menjadi marah tetapi tetap tenang dan sabar."
Karena ini sering dikatakan mengenai Y.A. Sariputta, seorang brahmana yang mempunyai pandangan salah mengatakan bahwa itu karena tidak ada yang mengganggu Sariputta Thera, lalu ia mengumumkan kepada para pengagum Sariputta bahwa ia akan memancing kemarahan Y.A. Sariputta.

Pada saat itu, Y.A. Sariputta yang sedang berpindapatta, lewat disana. Brahmana tersebut menghampiri beliau dari belakang dan memukul punggung beliau keras-keras dengan tangannya. “Apa itu?”, kata Sang Thera, dan tanpa menoleh untuk melihat siapa yang telah menyerangnya, ia meneruskan berjalan seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Melihat keluhuran dan ketabahan dari sang Thera yang mulia tersebut, brahmana itu menjadi sangat terkejut dan menyesal. “Oh, betapa luhurnya kualitas Sang Thera!”, kata brahmana itu. Ia berlutut di kaki Y.A. Sariputta, dan berkata, “Maafkan saya, Bhante.”
“Apa yang engkau maksudkan?” tanya Sang Thera.
“Karena ingin menguji kesabaranmu, aku telah memukulmu,” jawab brahmana itu.
“Baiklah, aku memaafkanmu” kata Sang Thera.
“Jika Bhante memaafkanku, sudilah datang dan menerima dana makanan di rumahku.” Kemudian brahmana itu mengambil patta (mangkuk) Sang Thera, yang diberikan oleh Sang Thera dengan senang hati, mengajak Sang Thera ke rumahnya, dan memberikan dana makanan untuk Sang Thera.

Orang-orang yang melihat pemukulan itu, sangat marah. “Orang itu,” kata mereka, “memukul Thera kita yang mulia, sungguh tak boleh dibiarkan! Kita akan membunuhnya disini sekarang juga.” Sambil membawa gumpalan tanah, tongkat dan batu-batu di tangan mereka, mereka menunggu di depan rumah brahmana itu.

Ketika Sariputta Thera bangkit dari tempat duduknya, beliau meletakkan pattanya di tangan brahmana itu*. Orang-orang yang melihat brahmana itu keluar bersama Sang Thera, berkata, “Bhante, suruhlah brahmana yang memegang pattamu untuk kembali.”
“Apa yang engkau maksudkan, oh perumah tangga?” tanya Sang Thera.
“Brahmana itu telah memukulmu, dan kami akan memberi ganjaran kepadanya”, jawab mereka.
“Apa yang engkau maksudkan? Apakah dia memukulmu, atau memukulku?”, tanya Sang Thera.
“Memukulmu, bhante” jawab mereka.
“Jika ia memukulku, ia telah meminta maaf kepadaku; kalian pulanglah.” Demikian jawab Sang Thera membubarkan kerumunan itu, dan setelah mempersilakan brahmana itu kembali ke rumahnya, Sang Thera kembali menuju ke vihara.

Sore harinya para bhikkhu lain memberitahu Sang Buddha bahwa Y.A. Sariputta telah pergi untuk menerima dana makanan ke rumah seorang brahmana yang telah memukulnya. Lebih lanjut, mereka menduga bahwa brahmana tersebut makin berani dan akan melakukan hal yang sama terhadap para bhikkhu yang lain.

Kepada para bhikkhu tersebut, Sang Buddha menjawab, "Para bhikkhu, seorang brahmana sejati tidak akan memukul brahmana sejati lainnya; hanya orang biasa maupun brahmana biasa yang akan memukul seorang arahat dengan kemarahan dan itikad jahat. Itikad jahat ini akan dilenyapkan oleh seseorang yang telah mencapai tingkat kesucian ketiga, Anagami."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

Janganlah seseorang memukul brahmana,
juga janganlah brahmana yang dipukul itu menjadi marah kepadanya.
Sungguh memalukan perbuatan orang yang memukul brahmana,
tetapi lebih memalukan lagi adalah brahmana yang
menjadi marah kepada orang yang telah memukulnya.

Tak ada yang lebih baik bagi seorang `brahmana`
selain menarik pikirannya dari hal-hal yang menyenangkan.
Lebih cepat ia dapat menyingkirkan itikad jahat,
maka lebih cepat pula penderitaannya akan berakhir.
——————————————————
Sadhu... Sadhu... Sadhu...
Nibbanasa Paccayo  Hotu
(semoga mengkondisikan kebahagiaan Nibbana)
Buddha Sasanam Ciram Titthatu
(semoga ajaran Buddha bertahan lama)
---------------------------------------
Daftar broadcast Dhamma harian gratis.
WhatsApp "nama lengkap" ke
AM 1 - 0812 1212 5182
AM 2 - 0812 1212 5104

Kamis, 08 September 2016

KUSALA CETASIKA (Faktor Mental Positif)

Dalam Bab ini, akan dibahas faktor-faktor Mental Positif. Berikut ini adalah faktor-faktor mental yang membuat kesadaran bersifat positif :
1.Saddha= Keyakinan
2.Sati= Perhatian Murni
3.Hiri= Malu berbuat buruk
4.Ottappa= Takut akan akibat berbuat buruk
5.Alobha= Tidak serakah, kedermawanan
6.Adosa= Tidak membenci, niat baik
7.Amoha= Tidak bodoh, kebijaksanaan
8.Metta= Cinta kasih, persahabatan
9.Karuna= Belas kasihan, welas asih
10.Mudita= Kegembiraan simpatik
11.Upekkha= Keseimbangan batin
12.Sammavaca= Perkataan benar
13.Sammakammanta= perbuatan benar
14.Samma-ajiva= Penghidupan benar
Keempat belas faktor mental tersebut meningkatkan pikiran menjadi murni dan baik.

1. SADDHA ( Keyakinan )
Jika anda mempercayai sesuatu yang masuk akal, Anda mengembangkan saddha (keyakinan). Saddha memiliki dua karakteristik, yaitu : Keyakinan dan Kejernihan pikiran.

Keyakinan:
Keyakinan salah akan menolak kebenaran hukum kamma dan akibatnya, menolak adanya kehidupan lampau dan mendatang, menolak kewaskitaan Buddha, ajaranNya (Dhamma), dan siswaNya (Sangha). Penolakan total sedemikian itu berbeda dengan vicikiccha, yang merupakan keraguan dengan masih menerima sebagian.

Disini saddha berarti keyakinan akan hukum kamma serta akibatnya. Saddha juga disebut saddha dhimokkha, yaitu keputusan berdasarkan pada keyakinan kuat. Demikian, hanya keyakinan terhadap sifat sejatilah yang dinamakan saddha sejati, salah satu faktor mental positif.

Kejernihan pikiran
Karekteristik yang kedua adalah kejernihan pikiran. Sewaktu memberikan derma atau menjalankan aturan moralitas, ataupun bermeditasi, pikiran seseorang jadi terisi dengan keyakinan dan menjadi jernih. Seperti batu rubi milik raja dunia, ketika ditaruh di dalam air berlumpur, kotoran dan lumpur akan mengendap dan membuat air menjadi sebening  kristal. Demikian pula saddha membasmi segala keraguan, kesangsian, dan kotoran batin lain sehingga pikiran menjadi murni. Seperti itulah karakteristik saddha.

Walaupun anak-anak dan beberapa hewan kesayangan tidak memahami sepenuhnya karakteristik pertama saddha, mereka bisa melakukan perbuatan baik mengungguli orang dewasa atau guru mereka. Mereka akan menghormat kepada Tiga Permata dalam ajaran Buddha (Tiratana), memberikan derma, dan melakukan jasa terhadap orang lain. Sementara melakukan perbuatan baik, mereka menikmati buah dari karakteristik kedua, yaitu kejernihan pikiran. Bahkan orang yang tidak percaya kadang-kadang melakukan tindakan murah hati seperti derma di rumah sakit, rumah yatim piatu, panti jompo, dan lain-lain; mereka menikmati kejernihan pikiran mereka.

Keyakinan Keliru:
Keyakinan sejati terdiri dari kejernihan pikiran dan keyakinan akan kebenaran Dhamma, namun ada juga kepercayaan keliru dalam dunia ini. Misalnya saja, seseorang yang kurang jujur menyatakan bahwa sebuah arca Buddha atau pagoda dapat memancarkan cahaya, hanya untuk menarik perhatian orang agar memberikan derma. Orang yang percaya kepada relik keramat palsu, orang yang percaya kepada doktrin mereka sendiri yang menyimpang, dan lain-lain, tidak memiliki keyakinan sejati. Mereka hanya salah jalan karena kebodohan batin, ketololan, kenaifan, atau menggampangkan, ini digolongkan sebagai Moha yang merupakan suatu faktor mental negatif (akusala cetasika).

Orang yang memiliki keyakinan terhadap seseorang yang pandai berbicara (orator) atau bhikkhu dan petapa yang berpenampilan anggun, bersuara merdu, mampu menampilkan sihir, memberikan jimat dan obat-obatan, belum tentu penganut keyakinan sejati. Ini bisa jadi adalah moha yang didasarkan pada nafsu dan keintiman. Keyakinan salam macam itu dikelompokkan sebagai muddhappassana, kesetiaan membuta.
(Yo balavatiya saddaya samannagato avisadanano, so muddhappassano hoti na avecca pasanno; tatha hi avatthusamim pasidati, seyyathapi titthiya) (Ekanipata Anguttara Tika ).

Catatan Peringatan
Dewasa ini, dunia dipenuhi dengan pembohong dan penipu. Dalam agama tertentu, ajaran baru dianggap luar biasa dan di gempar-gemborkan secara berlebihan. Dalam ajaran Buddha, beberapa peniru menemukan ajaran baru, tehnik baru meditasi, dan pengobatan mistik untuk mengakali orang awam yang lugu dan mentah. Ketika orang memberikan derma dan uang kepada para penipu semacam itu, perbuatan mereka tumbuh dari nafsu dan ketidaktahuan, bukan keyakinan sejati. Karena orang sering tidak tertarik untuk menentang para penipu tersebut, mereka cenderung menjadi makin terkenal saja.
Sekarang ini kaum wanita lebih sering berperan besar dalam melakukan hal-hal kedermawanan dan acara keagamaan. Mereka kadang kurang mempertimbangkan apakah sesuatu itu sesuai atau tidak. Kita tidak boleh percaya secara membuta. Keyakinan dan devosi harus didahului dengan penalaran yang cermat. Jadi setiap orang harus berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dalam keagamaan.

Kebingungan Antara Keyakinan dan Cinta:
Dewasa ini bahkan orang berbudi tinggi pun bisa bingung antara keyakinan dengan cinta atau kasih sayang. Banyak umat awam akan menghormati guru Dhamma yang bersuara merdu, berkepribadian menarik, dan mampu memberikan pengarahan yang baik. Jika mereka menghormati mereka karena tingkah laku mereka yang santun, ini adalah saddha, namun jika mereka terlelu melekat pada salah seorang guru seperti anggota keluarga mereka sendiri, ini adalah campuran antara keyakinan dan cinta.
Pada masa Buddha Gotama, siswa-siswa seperti bhikkhu Vakkali dan menteri Channa bukan hanya menghormati Buddha, namun juga mencintai dan mengasihi Buddha secara pribadi. Jadi meskipun keyakinan ada dalam diri mereka, ada juga kemelekatan (samyojana) yang tergolong negatif.
Beberapa orang menerima ajaran dan petunjuk karena melekat secara pribadi; kemelekatan tersebut kadang-kadang bisa mengembangkan pengetahuan dan kebijaksanaan dan meningkatkan pemenuhan parami. Jika faktor-faktor mental positif bisa berkembang karena kemelekatan pribadi, hal ini jadi bermanfaat juga.
Dalam Patthana disebutkan : “ Akusala dhamma kusalassa dhammassa upanissayapaccayena paccayo”. Keadaan mental negatif mendukung keadaan mental positif dengan cara alami sebagai kondisi pendukung (suatu kondisi Patthanatertentu).

Jadi, bahkan kemelekatan ringan bisa mengarahkan kepada keadaan mental yang baik. Dalam pandangan ini, para guru dan pembabar Dhamma harus mengajar dengan tulus dan dengan niat baik untuk memajukan perkembangan tersebut. Para pengikut dan orang awam sebaliknya harus mempraktikkan dengan sungguh-sungguh apa yang diajarkan, demi menuai hasil yang bermanfaat.

[Ashin Janakabhivams]

Dhammapada 384

Pada satu kesempatan, tiga puluh bhikkhu datang memberi penghormatan kepada Sang Buddha. Y.A.Sariputta, yang mengetahui bahwa waktu itu adalah saat yang matang dan sesuai bagi para bhikkhu tersebut untuk mencapai tingkat kesucian arahat, mendekati Sang Buddha dan bertanya, semata-mata hanya untuk kepentingan para bhikkhu tersebut. Pertanyaannya berbunyi demikian : "Apakah yang dimaksud dengan dua Dhamma ?"

Terhadap pertanyaan demikian, Sang Buddha menjawab, "Sariputta! `Meditasi Ketenangan dan Meditasi Pandangan Terang` adalah dua Dhamma tersebut."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

Ketika seorang brahmana telah mencapai akhir dari dua dhamma (pelaksanaan Meditasi Samatha dan Vipassana Bhavana),
Maka semua belenggu akan terlepas dari dirinya
Karena mengerti dan telah memiliki pengetahuan, ia bebas dari semua ikatan.

Tiga puluh bhikkhu mencapai tingkat kesucian arahat setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
——————————————————
Sadhu... Sadhu... Sadhu...
Nibbanasa Paccayo  Hotu
(semoga mengkondisikan kebahagiaan Nibbana)
Buddha Sasanam Ciram Titthatu
(semoga ajaran Buddha bertahan lama)
---------------------------------------

Rabu, 07 September 2016

Kisah Samanera Sumana (Dhammapada 382)

Samanera Sumana adalah murid dari Anuruddha Thera. Meskipun ia baru berusia tujuh tahun, tetapi ia telah mencapai tingkat kesucian arahat, dan memiliki kemampuan batin luar biasa. Suatu saat, ketika gurunya, Anuruddha Thera, jatuh sakit di vihara yang berada di lereng pegunungan Himalaya, ia mengambil air dari danau Anotatta yang jauhnya lima ratus yojana dari vihara. Perjalanan itu tidak dilakukan dengan jalan darat, tetapi melalui jalan udara (terbang) berkat kemampuan batin luar biasanya. Suatu hari, Anuruddha Thera membawa Samanera Sumana menghadap Sang Buddha, yang saat itu sedang berdiam di Vihara Pubbarama sebuah vihara persembahan Visakha.

Di sana, para bhikkhu muda dan samanera mengganggu Samanera Sumana, dengan menepuk kepalanya, memegang telinganya, hidungnya, tangannya, dan bersendau gurau menanyakan apa ia tidak merasa bosan. Sang Buddha melihat mereka, dan berpikir bahwa akan menunjukkan kepada para bhikkhu suatu kualitas luar biasa dari Samanera Sumana yang masih muda.

Maka Buddha menyatakan bahwa beliau menginginkan beberapa samanera untuk mengambil air satu guci dari danau Anotatta. Y.A. Ananda mencari di antara para bhikkhu dan samanera yang berdiam di Vihara Pubbarama yang dapat melakukan pekerjaan itu, tetapi tidak ada satupun yang dapat melaksanakan tugas itu. Akhirnya, Y.A. Ananda meminta Samanera Sumana yang telah siap untuk mengambil air dari danau Anotatta.

Ia mengambil sebuah guci emas besar milik vihara dan segera membawa air dari danau Anotatta untuk Sang Buddha. Seperti sebelumnya, ia pergi ke danau Anotatta dan kembali ke vihara melalui jalan udara berkat kemampuan batin luar biasanya.

Pada saat pertemuan para bhikkhu sore hari, para bhikkhu bercerita kepada Sang Buddha perihal perjalanan luar biasa yang telah dilakukan oleh Samanera Sumana.

Kepada mereka Sang Buddha berkata, "Para bhikkhu, seseorang yang melaksanakan Dhamma dengan tekun dan bersemangat, akan dapat memiliki kemampuan batin luar biasa meskipun usianya masih muda."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

Walaupun seorang bhikkhu masih berusia muda,
namun bila ia tekun menghayati ajaran Sang Buddha,
maka ia akan menerangi dunia ini,
bagaikan bulan yang terbebas dari awan.
——————————————————
Sadhu... Sadhu... Sadhu...
Nibbanasa Paccayo  Hotu
(semoga mengkondisikan kebahagiaan Nibbana)
Buddha Sasanam Ciram Titthatu
(semoga ajaran Buddha bertahan lama)
---------------------------------------

Kisah Brahmana yang Memiliki Keyakinan Kuat (Dhammapada 383)

Suatu ketika, di Savatthi, hidup seorang brahmana yang sangat setia kepada Sang Buddha dan ajaran-Nya. Setelah mendengar khotbah yang diberikan Sang Buddha, setiap hari, ia mengundang para bhikkhu datang ke rumahnya untuk menerima dana makanan. Ketika para bhikkhu telah sampai di rumahnya, ia memanggil mereka sebagai ‘arahat’ dan dengan hormat mempersilahkan mereka untuk memasuki rumahnya. Mendapat perlakuan demikian, bhikkhu-bhikkhu yang masih belum mencapai tingkat kesucian (puthujjana) maupun bhikkhu-bhikkhu arahat merasa enggan hati dan memutuskan untuk tidak pergi ke rumah brahmana tersebut keesokan harinya.

Ketika brahmana tersebut mengetahui bahwa para bhikkhu tidak lagi datang ke rumahnya, ia merasa tidak bahagia. Ia pergi menemui Sang Buddha dan memberitahu Beliau tentang para bhikkhu yang tidak lagi datang ke rumahnya. Sang Buddha memanggil para bhikkhu tersebut dan meminta penjelasan. Para bhikkhu mengatakan kepada Sang Buddha bahwa brahmana tersebut memperlakukan mereka semua seperti arahat.

Sang Buddha kemudian bertanya kepada mereka, apakah mereka merasa bangga dan senang ketika mereka diperlakukan seperti itu. Para bhikkhu menjawab tidak. Kepada mereka Sang Buddha berkata, "O, bhikkhu, ini hanya pernyataan kegembiraan yang dirasakan oleh brahmana itu; dan tidak ada salahnya dengan pernyataan bhakti/kegembiraan. Sesungguhnya kecintaan Brahmana itu kepada para arahat tak terbatas. Karenanya, sebaiknya kalian pun memotong arus nafsu keinginan dan hanya puas dengan pencapaian yang tidak lebih rendah dari kearahatan."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

O, brahmana, berusalah dengan tekun memotong arus keinginan
dan singkirkanlah nafsu-nafsu indria.
Setelah mengetahui penghancuran segala sesuatu yang berkondisi,
O brahmana, engkau akan merealisasi Nibbana, yang tidak berkondisi. 

——————————————————
Sadhu... Sadhu... Sadhu...
Nibbanasa Paccayo  Hotu
(semoga mengkondisikan kebahagiaan Nibbana)
Buddha Sasanam Ciram Titthatu
(semoga ajaran Buddha bertahan lama)
---------------------------------------